.png) |
| Riskiadi Purwanto, Pandu Digital Indonesia Badge Biru by Kominfo (pojok bawah) menyampaikan materi Tantangan Berinteraksi di Dunia Digital. |
MADIUNPUNYAKITA.COM, NGAWI - Seminar literasi digital sektor pendidikan bersama Pandu Digital digelar di SMK Negeri 2 Ngawi, Jawa Timur, Senin (12/06/2023), mulai pukul 09.00 - 12.00 WIB.
Seminar kali ini mengambil tema "Menjadi Generasi Emas yang CAKAP DAN CERDAS di Era Digital." Ini adalah topik yang sangat relevan mengingat peran teknologi digital dalam kehidupan saat ini.
Ada beberapa narasumber dalam seminar tersebut. Di antaranya, Kepala SMKN 2 Ngawi, H. Muslim, S.Pd., M.KPd. dengan materi Budaya Digital, Riskiadi Purwanto (Pandu Digital Indonesia Badge Biru by Kominfo) dengan materi Tantangan Berinteraksi di Dunia Digital, serta Relawan TIK Ngawi, Pujo Setyo Nugroho dengan materi Digital Safety terkait Rekam Jejak Digital.
Kepala SMKN 2 Ngawi, H. Muslim, S.Pd., M.KPd dalam paparannya mengatakan, bahwa budaya digital adalah adaptasi kebiasaan baru yang melekat pada teknologi digital. Semua usia harus terbuka terhadap teknologi digital dan belajar etika penggunaannya.
" Sumber daya digital harus dianggap sebagai kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari, karena ini penting untuk memahami sisi positif dan negatif teknologi digital dan mampu memilih dengan bijak, " ungkapnya.
Dia juga mengungkapkan perlunya menghindari penyalahgunaan teknologi digital seperti penyebaran hoaks, kejahatan daring, dan kecanduan internet.
" Tips untuk mengurangi kecanduan internet termasuk memutuskan koneksi, tidak melayani pesan yang tidak penting, disiplin dalam penggunaan internet, membuat zona bebas gadget, dan meningkatkan aktivitas fisik, " jelasnya.
Riskiadi Purwanto (Pandu Digital Indonesia Badge Biru by Kominfo), menjelaskan, tentang beberapa tantangan berinteraksi di dunia digital. Di antaranya setiap individu memiliki kemampuan untuk menjadi pembuat pesan dan konten di dunia digital, bahkan anak-anak.
" Kemampuan untuk memproduksi konten digital tersebut dapat mencakup duplikasi atau pengembangan konten, baik yang orisinal maupun yang sudah ada, " jelasnya.
Menurutnya, individu memiliki kebebasan dalam berstatus, beropini, mengunggah foto, dan mengekspresikan diri di media sosial.
Tantangan dalam interaksi di dunia digital tersebut meliputi informasi yang tidak terfilter, termasuk hoaks dan ujaran kebencian. Konten negatif seperti pornografi, perundungan, penipuan, pemerasan, ancaman, dan pelanggaran privasi.
Ancaman terhadap data pribadi dan pencurian identitas serta pelanggaran hak kekayaan intelektual (HAKI).
Pada kesempatan itu, Riskiadi Purwanto juga menyampaikan terkait cyberbullying. Menurutnya cyberbullying adalah bentuk kekerasan yang terjadi di dunia maya, melibatkan ejekan, hinaan, intimidasi, atau penyalahgunaan yang membuat seseorang merasa malu atau terhina.
Dalam sebagian besar kasus, pelaku cyberbullying adalah orang-orang yang berada di lingkungan terdekat korban.
" Penting untuk diingat bahwa dampak cyberbullying tidak hanya dirasakan oleh korban, tetapi juga oleh orang-orang di sekitarnya, " katanya.
Lebih lanjut dia katakan, saat ini generasi digital dihadapkan pada berbagai tantangan dalam berinteraksi secara online. Mereka memiliki kebebasan untuk berkreasi, tetapi juga harus berhati-hati terhadap bahaya seperti hoaks, ujaran kebencian, dan cyberbullying.
" Cyberbullying adalah bentuk kekerasan online yang bisa merusak mental korban dan orang-orang di sekitarnya. Dalam beberapa kasus, data pribadi bahkan dapat dicuri atau disalahgunakan, " jelasnya.
Dalam menghadapi tantangan ini, penting untuk memahami etika bermedia digital dan berperilaku dengan baik di dunia maya. Semua pihak, termasuk orang tua dan pendidik, harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan digital yang aman dan positif.
Semantara itu, Relawan TIK Ngawi, Pujo Setyo Nugroho dalam paparannya menyampaikan bahwa jejak digital adalah data digital yang tersimpan di perangkat atau online. Potensi negatif dari jejak digital termasuk pishing, doxing, dan pencemaran nama.
Maka penting merawat jejak digital dengan tidak memposting identitas diri secara terlalu terbuka, mengatur privasi dan keamanan, menggunakan akun berbeda untuk berbagai keperluan, mengaktifkan autentikasi dua faktor, dan memeriksa izin aplikasi.
" Makanya penting untuk memeriksa apakah alamat email kita sudah "bocor" atau tidak dengan menggunakan situs seperti monitor.firefox.com atau haveibeenpwned.com, " ucapnya.
Menurutnya, password harus diganti secara berkala, tidak boleh dibagikan, tidak boleh tercecer, dan tidak boleh mudah ditebak.
" Poin-poin di atas memberikan pandangan tentang bagaimana generasi saat ini dapat menjadi lebih cakap dan cerdas dalam menghadapi era digital. Dengan literasi digital yang baik, etika bermedia digital, dan keamanan online yang tepat, kita dapat memaksimalkan manfaat teknologi digital sambil melindungi diri dari potensi risiko, " pungkasnya. (mpk01).
.png)
