![]() |
Puluhan warga mengantre air minum di sumber mata air warisan zaman Belanda di Desa Dagangan. (ist). |
MADIUNPUNYAKITA.COM, DAGANGAN - Tepatnya di Dusun Sawahan, Desa Dagangan, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun ada sebuah sumur air artesis warisan zaman Belanda.
Airnya layak konsumsi. Airnya cukup bersih dan bisa langsung diminum. Bahkan rasanya lebih enak dibandingkan air minum dalam kemasan merek apapun. Kualitas air ini pun sudah mengantongi surat keterangan Kementrian Kesehatan tentang hasil uji laboratorium airnya.
Sumber mata air peninggalan zaman Belanda yang awalnya dibangun untuk pengairan sawah ini menyembur dari dalam tanah tidak pernah kering selama ratusan tahun sampai sekarang.
Seiring berkembangnya zaman sumber air ini mulai digunakan masyarakat sebagai air minum, lalu pada tahun 2015 pemerintah setempat membangun fasilitas di sumber air tersebut agar lebih mudah diambil masyarakat untuk dikonsumsi sebagai air minum.
Bahkan di sekitar lokasi tersebut sudah dibangun fasilitas parkir, ruang tunggu antrian dan kamar mandi bagi yang ingin merasakan segarnya air ini.
Tiap hari warga di Kecamatan Dagangan dan sekitarnya banyak yang antri air dikemas dalam wadah galon dan jerigen untuk dikonsumsi.
![]() |
Kondisi terkini Sumber Mata Air Peninggalan Belanda di Desa Dagangan yang ditutup per 4 Februari 2024 dan dialirkan ke area persawahan. |
Bahkan yang menikmati bukan hanya warga Desa Dagangan saja, tapi juga masyarakat lain di luar Kecamatan Dagangan, baik Kecamatan Wungu, Kecamatan Dolopo, Kebonsari dan lainnya. Sumber mata air ini pun dibuka 24 jam setiap harinya.
Setiap pengisian air dalam satu galon kecil cukup bayar Rp500 rupiah. Sedangkan satu galon besar dikenakan biaya Rp1000 rupiah. Selain itu, di tempat loket juga disediakan tutup botol galon seharga Rp500 rupiah.
Untuk mengisi galon pun cukup mudah, hanya dengan mengarahkan lubang air galon ke pancuran air yang sudah didesain sedemikian rupa. Tak sampai lima menit, galon 15 liter tersebut sudah penuh.
Namun, akhir - akhir ini sumber mata air peninggalan zaman Belanda itu harus ditutup dan dikembalikan fungsinya untuk mengairi area persawahan.
Entah apa pemicu permasalahan ditutupnya sumber mata air yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat tersebut. Mungkinkah permasalahan terkait pengelolaan pendapatan hasil penjualan air setiap bulannya ? Atau peralihan pengelolaan dari Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Desa Dagangan ke Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Sido Makmur Desa Dagangan ?
Semoga saja segera ada jalan penyelesaian dan solusi terbaik demi kemaslahatan banyak orang. (mpk01).